Cara Mencegah Keserakahan


“Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena bagi orang yang sering mengingat kematian, maka Allah akan menghidupkan hati nuraninya dan kelak memudahkan saat kematiannya.”

Cuaca cerah, dan pesawat terbang trenang. Para penumpang asyik mengobrol, tertawa dan mendengarkan musik lewat earfon. Semuanya gembira. Keterlambatan satu jam di bandara King Abdul Aziz akibat kerusakan kecil pesawat kini terlupakan.

Namun setelah dua jam perjalanan dan pesawat masih dalam ketinggian ribuan kaki, ada pengumuman bahwa terjadi lagi kerusakan kecil dan pesawat akan mencari bandara terdekat guna perbaikan. Para penumpang diminta tidak gelisah karena tidak ada sesuatu yang perlu dicemaskan. Hanya ada kerusakan kecil.

Seketika suasana senyap. Yag sedang ngobrol menghentikan obrolannya. Yang tertawa hilang, menghentikan tawanya. Yang menyetel lagu menghentikan kegiatannya. Wajah-wajah yang tadi cerah tapak cemas dan pucat.

Sekalipun pengumuman itu disampaikan dengan suara lembut dan kerusakan disebutkan Cuma kecil, namun ketakutan telah menguasai suasana. Takut hidupnya berakhir. Suasana hening dan masing-msing membaca doa. Tiap bibir komat-kamit tanpa suara.

“Bagaimana kalau pesawat tiba-tiba jatuh ke laut, kau masih hafal cara mengenakan pelanpung yang diterangkan pramugari?,” bisik saya menggoda famili yang berdoa sambil memejamkan mata.

     “Jangan bicara yang buruk!,” jawabnya singkat.
     “Kita harus siap mati kapan saja,” kata saya sok.
     “Saya belum siap,” jawabnya.
     “Mati di kamar tidur mungkin lebih sakit daripada mati akibat kecelakaan pesawat yang prosesnya singkat. Juga dapat dipublikasi dan asuransi,” goda saya.

     “Jangan bergurau, sekarang bukan waktunya. Berdoalah supaya kita semua selamat,” katanya serius. Nada suaranya tetap cemas.
      Saya memahami perasaannya dan tidak lagi menggoda. Tetapi dalam diam, perlahan-lahan saya ikut hanyut dalam suasana cemad.
     Lalu muncul fikiran, bagaimana kalau pesawat benar-benar jatuh? Apakah saya sudah siap mempertanggungjawabkan semua perilaku di hadapan-Nya?
     Tiba-tiba muncuil kesadaran, tidak satupun perbuatan yang bisa saya jadikan unggulan untuk bekal menghadap Tuhan. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Saya lalu takut mati.
     Pesawat terpaksa mendarat di Abu Dhabi. Setelah beberapa jam diperbaiki, penerbangan dilanjutkan. Namun kekhawatiran dari para penumpang masih sangat terasa. Tidak ada lagi canda dan tawa. Masing-masing bicara seperlunya dan lebih banyak berdoa.
     Ketika esok hari tiba di tanah air dengan selamat, wajah-wajah yang cemas berubah cerah, tertawa dan berangkulan dengan para penjemput. Sama sekali tidak tergambar bekas ketakutan. Yang muncul hanya kegembiraan.

Ingat Mati

     Peristiwa itu menyadarkan bahwa kematian memang menakutkan. Tetapi justru Nabi berpesan agar kita selalu mengingat kematian. Banyak sabda Nabi yang menganjurkan tentang itu. Namun sebagian besar manusia tidak melakukannya. Bahkan yang berdoa minta pertolongan ketika terancam kematian, dengan cepat akan berubah setrelah kesulitannya hilang. AlQur’an menyatakan:”Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada-Ku disegala waktu dalam keadaan berbaring, duduk maupun berdiri.
     Mengapa Nabi menganjurkan agar sesering mungkin mengingat kematian? Tidaklah hal itu mengubah jiwa menjadi pesimistis, menciptakan bayangan negatif, tertekan dan tidak bisa berfikir jangka panjang? Mengapa tidak menganjurkan yang sebaliknya yaitu ingin hidup seribu tahun lagi? Banyak hadits yang berisi agar kita mengingat kematian. “Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena bagi orang yang sering mengingat kematian, maka Allah meanghidupkan hati nuraninya dan kelak memudahkan saat kematiannya.” (HR.Dailami).
     “Perbanyaklah mengingat mati, karena hal itu biswa menghapus dosa dan menjadikan zuhud (tidak rakus) terhadap dunia. Jika kamu mengingat sewaktu kaya, maka bisa mencegah keserakahanmu pada harta. Jika kamu mengingat dalam keadaan miskin, maka Allah meridhai dalam kehidupanmu.” (Subulus Salam).
     Masih ada hadits lain yang maknanya senada, menerangkan manfaat mengingat mati. Ternyata pesan Nabi itu bukan untuk mencemaskan jiwa tetapi justru menyehatkan jiwa.
     Mengingat mati, bukan berarti menghawatirkan jangan-jangan segera mati. Jangan-jangan kendaraan yang ditumpangi mengalami kecelakaan, jangan-jangan rumah yang dihuni roboh oleh bencana alam, jangan-jangan demam berdarah menyerang lalu tidak tertolong dan seterusnya.
     Bukan itu. Kematian harus diingat dengan penuh kesadaran, bukan dengan ketakutan. Kesadaran bahwa kita pasti menghadap Tuhan, entah kapan. Lalu semua perilaku kita akan dihisab, akan dihitung dengan teliti. Kita tidak lagi bisa merekayasa seperti pada pemeriksaan di dunia.
     Kesadaran itu akan membuat orang tidak rakus, tidak serakah kapada dunia dan kekayaan. Melainkan memanfaatkan sebaik-baiknya. Orang tidak menjadi pesimistis, melainkan berlomba berbuat kebaikan karena menyadari harus bersiap diri sebaik mungkin.
     Mengapa banyak orang serakah? Karena dia lupa pada kematian pada pertanggungjawaban setelah kematian tiba.
     Menurut Nabi, mengingat kematian akan menghidupkan hati nurani, menghilangkan dosa, mencegah keserakahan terhadap dunia, mempermudah saat kematian tiba dan dengan ridha dari Allah.

Oleh Nur Cholis Huda

Melampaui Keserakahan Seekor Nyamuk

Anda tentu mengetahui bahwa Allah telah membuat perumpamaan berupa  nyamuk.
Sudahkah kita merenungi, memahami, dan menghayati tentang hikmah apa yang dapat kita ambil dari ciptakan Allah berupa nyamuk ini?
     Enough is not enough when we can get more. Mungkin anda pernah mendengar ungkapan itu. Cukup itu tidaklah cukup, jika kita bisa memperoleh lebih banyak lagi. Dalam konteks tidak cepat berpuas diri, kalimat itu sungguh sangat memotivasi. Karenanya, ketika kita berhasil meraih pencapaian hingga tahap tertentu, maka kita terus memacu diri. Namun, dalam konteks pengendalian hawa nafsu, kita perlu menggunakan sudut pandang yang berbeda sama sekali. Sebab, hawa nafsu yang tidak mengenal batas membentuk kita menjadi pribadi serakah (greedy), sehingga (mengambil lebih banyak lagi) menjadi dogma yang mesti kita patuhi. Sampai-sampai, kita tidak bisa membedakan antara semangat untuk terus mengeksplorasi kapasitas diri dengan keserakahan.

     Dipenghujung musim hujan, para nyamuk menggeliat bangun. Sehingga, pada masa-masa awal musim kemarau seperti saat ini dirumah saya sudah mulai beterbangan mahluk haus darah itu. Jika sudah begitu, ketenangan malam-malam kami menjadi terusik. Kami sering dibuat tidak berdaya untuk menangkis serangan-serangan udara layaknya pesawat tempur canggih yang menggempur pemukiman penduduk yang tak berdaya. Hebatnya lagi, nyamuk jaman sekarang sudah semakin canggih melakukan manuver sehingga jangan harap bisa menepuknya ketika dia terbang. Bahkan, ketika dia menggigitpun tingkat kewaspadaannya tetap tinggi. Jadi, saat kita menepuk, dia cepat-cepat terbang lagi. Nyamuk lolos, malah paha kita yang terasa pedas karena terkena pukulan sendiri.

     Tapi, tentu Anda tahu bahwa ada (saat dimana kita bisa menangkap) nyamuk dengan amat sangat mudah. Yaitu, ketika nyamuk sedang kekenyangan. Ketika kenyang, nyamuk tidak bisa terbang. Boro-boro terbang, untuk sekedar bergerak saja sudah sulit. Sehingga, kita bisa menepuknya dengan teramat gampang.

     Setiap kali saya mendapati nyamuk kekenyangan seperti itu saya selalu memiliki dua perasaan yang bercampur baur.
Pertama, perasaan puas, karena anda tahulah apa yang saya lakukan kepada nyamuk yang telah menyakiti anak-anak saya yang tengah tertidur pulas itu.
Kedua perasaan miris. Miris? Iya. Karena saya melihat sifat nyamuk itu didalam diri saya. Setelah saya memikirkan dalam-dalam, ternyata bukan hanya nyamuk yang memiliki sifat serakah, tetapi juga manusia. Bahkan, mungkin manusia lebih serakah dari nyamuk. Nyamuk memang serakah. Tetapi, yang dia ambil hanya sebatas memenuhi isi perutnya. Tetapi, keberhasilan manusia untuk memenuhi seluruh rongga perutnya tidak akan pernah berhasil menghentikan hasratnya untuk (mengambil lebih banyak) lagi. Sebab, selain memiliki rongga perut untuk menyimpan, manusia juga memiliki bank, surat berharga, emas batangan, dan berbagai macam bentuk penyimpanan lainnya. Karena kapasitas tempat penyimpanan itu nyaris tidak terbatas, maka cocoklah dengan sifat rakus manusia yang tidak kenal batas ini.

Seandainya nyamuk itu tidak mengumbar nafsu serakahnya, misalnya dengan menghisap darah secukupnya saja, mungkin dia akan tetap bisa menyelamatkan diri. Tetapi, keserakahan telah menjadikan dirinya terlampau bernafsu untuk mengambil sebanyak-banyaknya sehingga perutnya kepenuhan. Dan karenanya dia menjadi tidak berdaya. Kita sudah melihat begitu banyak bukti bahwa manusia-manusia yang serakah seringkali pada akhirnya harus berhadapan dengan hukum, dan bermuara dibalik jeruji penjara. Jika pun mereka bisa meloloskan diri, mereka harus berpura-pura menjadi manusia terhormat, padahal namanya terpampang dalam DPO alias daftar pencarian orang dengan titel buronan.

     Sungguh beruntung bagi sang nyamuk. Sebab, dia hanya berurusan dengan dunia. Sedangkan manusia? Selain dunia, kita memiliki urusan dengan akhirat. Jika nyamuk serakah mati, maka mati pulalah semua (dosa) yang pernah diperbuatnya. Namun, jika manusia mati, maka abadilah (semua amal perbuatannya). Jika amal itu baik, maka kebaikan itu akan menjadi bekal kehidupan sesudah kematiannya. Namun, jika amal perbuatannya itu berupa keburukan; akan tetap menjadi beban bagi kehidupan keduanya kelak. Padahal, hidup kelak beda dengan hidup kini. Kini, uang bisa menjadi hakim pengganti hukum. Namun nanti, uang tidak bernilai lagi.

     Tiba-tiba saja saya merasa beruntung karena (tidak memiliki kesempatan) untuk melampiaskan semua bentuk keserakahan itu. Saya bersyukur karenanya. Sebab, seandainya saja saya mendapatkan kesempatan itu; mungkin saya tidak akan mampu mengendalikan nafsu serakah ini. Tetapi, saya juga merasa miris lagi. Karena, meski tidak seserakah itu; saya masih memiliki bibit keserakahan dihati ini. Sehingga, kadang-kadang saya begitu egoisnya sampai berani mengabaikan kepentingan orang lain.

     Hari ini, saya belajar sesuatu dari sang nyamuk. Bahwa jikapun kita harus mengambil, maka kita hanya berhak mengambil sesuai dengan hak kita. Yaitu sejumlah kadar kepantasan tertentu. Jika kita mengambil melebihi tingkat kepantasan itu, maka kita telah berubah menjadi mahluk yang lebih rendah dari sang nyamuk. Sebab, keserakahan nyamuk dibatasi oleh ukuran perutnya. Sedangkan keserakahan kita, hanya dibatasi oleh kematian. Sifat serakah kita tidak mati sebelum kita sendiri yang mati. Sementara dalam serakahnya itu, sang nyamuk mati dalam seluruh kebaikan hidup. Sebab, ketika dia mati, dia datang menghadap Tuhan. Lalu dia katakan; (Tuhan, saya sudah menunaikan tugas yang Engkau perintahkan). Maka malaikat yang mendampinginya berkata;(Tuhanku, sesungguhnya kami menyaksikan hambamu ini menunaikan tugasnya seperti yang Engkau perintahkan….

     Lalu batin saya bertanya kepada sang malaikat. (Wahai Malaikat suci, apakah sesungguhnya tugas yang Tuhan berikan kepada sang nyamuk itu?) Balas malaikat:( Tuhan menugaskan nyamuk untuk memberikan pelajaran kepada umat manusia, agar mereka menghindari sifat serakah dan berlebih-lebihan…..). Lalu pagi itu, saya terbangun dengan beberapa ekor nyamuk yang gemuk. Saya kesal karena dia telah mengambil darah dari tubuh ini. Namun, saya juga kagum kepadanya. Karena demi menjalankan perintah Tuhan, dia rela untuk mengorbankan dirinya. Sehingga para manusia, bisa menarik pelajaran penting darinya….
Itulah yang namanya nyamuk, lantas bagaimanakah dengan  kita sebagai makhluk Allah yang sempurna ini . Akankah kita kalah dengan yang namanya nyamuk?

Oleh : Laili Fadhilah
           Kepala Asrama Putri PAM Kenjeran


Kemewahan Mendekatkan Kepada Keserakahan

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
(QS. At Takaatsur : 1 )

Hidup bermewah-mewahan/berfoya-foya dapat membuat orang jadi serakah. Untuk hidup mewah orang perlu uang yang banyak. Meski penghasilannya besar, tapi kalau pengeluarannya lebih besar lagi maka itu berarti lebih besar pasak daripada tiang. Dia akan berusaha mencari uang lebih banyak lagi. Bahkan berbagai macam cara akan ia tempuh demi untuk mendapatkan uang yang lebih banyak lagi.

Ada yang memakai credit card sehingga terlibat hutang dan berhadapan dengan debt collector. Ada yang berhutang kemudian tidak mengembalikannya. Ada kenalan yang mencoba meminjam uang puluhan juta rupiah. Padahal yang dipinjam sehari-hari hanya naik angkot dan dia ke mana-mana naik mobil ber-AC. Banyak juga pejabat yang korupsi agar bisa punya banyak rumah dan mobil mewah. Itulah akibat gaya hidup mewah yang berlebihan. Membuat seseorang jadi zhalim terhadap orang lain.

Ada pula yang melakukan monopoli sehingga merugikan pihak lain. Sebagai contoh 69,4 juta hektar tanah di Indonesia dikuasai oleh 652 pengusaha saja. Sementara jutaan petani tanahnya kurang dari setengah hektar bahkan ada yang tak punya tanah hingga hidup miskin. Padahal jika tanah itu dibagi dengan adil, niscaya kemiskinan yang melanda petani yang tak punya tanah sehingga hanya bisa jadi buruh tani bisa dikurangi.
Homo homini lupus,” Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.”
Gandhi berkata, “Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir kecil orang yang serakah.”
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ingin memiliki lembah emas kedua ; seandainya ia memiliki lembah emas kedua, ia ingin memiliki lembah emas yang ketiga. Baru puas nafsu anak Adam kalau sudah masuk tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang mau kembali kepada-Nya.” (HR : Bukhori Muslim)

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa keserakahan itu tidak ada habisnya. Kelaparan dan kemiskinan terjadi karena adanya orang-orang yang serakah menumpuk harta dan tidak mau membagi hartanya kepada orang yang miskin.
Di majalah Fortune ditulis orang terkaya di dunia Carlos Slim memiliki harta 59 milyar dollar atau Rp 554 trilyun lebih sementara Bill Gates 56 milyar dollar dan Lakshmi Mittal dengan harta US$ 32 milyar. Kekayaan 1000 orang terkaya di dunia versi Forbes mencapai 33.000 trilyun rupiah.

Jika 1000 orang cukup puas dengan Rp 10 milyar dan sisanya disedekahkan, maka 6,6 milyar penduduk dunia masih bisa menikmati hampir Rp 5 juta per orang atau Rp 20 juta per keluarga. Kemiskinan absolut bisa dihindari. Jika 10 juta orang terkaya mau bersedekah dan tidak menumpuk harta terlalu banyak niscaya orang miskin tidak akan ada yang menderita kelaparan.

Oleh karena itu Allah meminta agar harta jangan ditumpuk saja oleh para orang kaya. Namun juga disedekahkan ke orang-orang miskin :
”…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” [Al Hasyr: 7]
Kita dilarang hidup boros dan bermewah-mewahan sehingga harta yang bisa disedekahkan tinggal sedikit : Orang yang boros dan hidup mewah disebut sebagai saudaranya setan. Bagaimana mungkin sementara banyak orang kelaparan dia malah foya-foya?

”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya syaitan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takaatsur:1]
Nabi Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya menolak hidup mewah. Pada zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta, beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra menangis terharu :
Kisah Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: “Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab?” Aku menjawab:” Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan Engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini.” Rasulullah saw. lalu bersabda: “ Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?” [HR.Muslim]

Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari. Ini beda dengan sebagian ummat Islam yang menganggap minum kopi seharga Rp 37 ribu lebih kalau sesuai ”kelasnya” tidak masalah padahal dengan Rp 3 ribu juga sudah dapat. Padahal jabatannya jauh di bawah Nabi baik jabatan ukhrowi mau- pun duniawi :
‘Aisyah melaporkan: “Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Madinah hingga wafatnya.” [HR.Muslim]

Beda dengan sebagian pejabat Muslim yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dan keluarganya sehingga tidak habis untuk 7 turunan, Nabi tetap hidup sederhana dan tidak memperkaya diri. Ketika meninggal, Nabi tidak meninggalkan harta warisan.
Dari Aisya r.a Katanya : “Rasulullah SAW tidak meninggalkan harta warisan, walaupun agak sedinar, atau sedirham; tidak pula kambing, tidak pula unta, dan beliau tidak pula berwasiat sesuatu apa pun.”

Nabi sederhana bukan terpaksa. Sebagai pemimpin negara dia bisa hidup mewah seperti Raja Romawi dan Persia. Tapi segala harta yang dia dapat langsung disedekahkan untuk fakir miskin.

Istri Nabi, ’Aisyah berkata bahwa,” Pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan untuk fakir miskin.”

 Itulah akhlak Nabi sesuai  Al Qur’an di bawah :
Allah SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai. Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).

Hadis dari Abu Musa R.A. bekata bahwa Nabi SAW bersabda, “Tiap Muslim wajib bersedekah.” Sahabat bertanya, “Jika tidak dapat?” Nabi menjawab, “Bekerjalah dengan tangannya yang berguna bagi dirinya dan ia dapat bersedekah.” Sahabat bertanya lagi, “Jika tidak dapat,” jawab Nabi, “Membantu orang yang sangat membutuhkan.” Sahabat bertanya lagi, “Jika tidak dapat?” Jawab Nabi, “Menganjurkan kebaikan.” Sahabat bertanya lagi, “Jika tidak dapat?” Nabi menjawab, “Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri.”

Tak pantas kita hidup mewah dan mempromosikan kemewahan sementara banyak orang miskin di sekeliling kita. Banyak anak-anak dan balita-balita miskin yang berkeliaran di jalan untuk mencari makan. Mereka bukan hanya menghadapi kemiskinan, tapi juga mendapat resiko diperkosa oleh orang-orang dewasa. Harusnya dengan uang yang ada kita membantu mereka ke luar dari kemiskinan sehingga tidak berkeliaran di jalan mencari uang.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. [Al Maa’uun: 1-3]

Selama kita hidup mewah dan tidak mau menolong atau memberi makan anak yatim maka kita tak lain hanyalah pendusta agama. Segala ibadah sholat, puasa, dan haji yang kita lakukan tak lebih dari sekedar dusta.

Di akhirat nanti bukan hanya ditanya apakah harta kita dapat dari jalan yang halal. Tapi juga ditanya untuk apa harta kita habiskan. Jika kita tidak membayar zakat dan enggan memberi sedekah, maka kita dianggap kotor.

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” [At Taubah: 103]

Meski kita tetap harus berikhtiar, namun biasakan hidup qana’ah (merasa cukup) dan bersyukur niscaya anda akan bahagia. Orang yang serakah dan tidak pernah merasa puas, selalu merasa ada yang kurang dan tidak bahagia.
Jadi hentikan keserakahan dan gaya hidup mewah atau boros ala raja Romawi dan Persia. Ikuti sunnah Nabi yang hidup sederhana dan rajin bersedekah. Ini tentunya untuk mereka yang beriman dan hanya mengharap kehidupan di akhirat kelak. Semoga…

Oleh : Sidik Wijono
            Ketua PAM Kenjeran

Asal Mula Alam Semesta - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an

Sebuah bintang terbentuk dari gumpalan gas dan asap (nebula), yang merupakan peninggalan dari 'asap' yang menjadi asal kejadian alam semesta.
Gambar 10. Sebuah bintang terbentuk dari gumpalan gas dan asap (nebula), yang merupakan peninggalan dari 'asap' yang menjadi asal kejadian alam semesta. (The Space Atlas, Heather dan Henbest, hal. 50)

Nebula Laguna adalah sebuah gumpalan gas dan asap yang berdiameter sekitar 60 tahun cahaya. Ia dipendarkan oleh radiasi ultraviolet dari bintang panas yang baru saja terbentuk di dalam gumpalan tersebut.
Gambar 11. Nebula Laguna adalah sebuah gumpalan gas dan asap yang berdiameter sekitar 60 tahun cahaya. Ia dipendarkan oleh radiasi ultraviolet dari bintang panas yang baru saja terbentuk di dalam gumpalan tersebut. (Horizons, Exploring the Universe, Seeds, gambar 9, dari Association of Universities for Research in Astronomy, Inc.)

Ilmu pengetahuan moderen, ilmu astronomi, baik yang berdasarkan pengamatan maupun berupa teori, dengan jelas menunjukkan bahwa pada suatu saat seluruh alam semesta masih berupa 'gumpalan asap' (yaitu komposisi gas yang sangat rapat dan tak tembus pandang, The First Three Minutes, a Modern View of the Origin of the Universe, Weinberg, hal. 94-105.). Hal ini merupakan sebuah prinsip yang tak diragukan lagi menurut standar astronomi moderen. Para ilmuwan sekarang dapat melihat pembentukan bintang-bintang baru dari peninggalan 'gumpalan asap' semacam itu (lihat gambar 10 dan 11)

Bintang-bintang yang berkilauan yang kita lihat di malam hari, sebagaimana seluruh alam semesta, dulunya berupa materi 'asap' semacam itu. Allah telah berfirman di dalam Al Qur'an:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,... (Al Fushshiilat, 41: 11)

Karena bumi dan langit di atasnya (matahari, bulan, bintang, planet, galaksi dan lain-lain) terbentuk dari 'gumpalan asap' yang sama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa matahari dan bumi dahulu merupakan satu kesatuan. Kemudian mereka berpisah dan terbentuk dari 'asap' yang homogen ini. Allah telah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al Anbiya, 21:30)

Dr. Alfred Kroner adalah salah satu ahli ilmu bumi terkemuka. Ia adalah Profesor geologi dan Kepala Departemen Geologi pada Institute of Geosciences, Johannes Gutenberg University, Mainz, Jerman. Ia berkata: "Jika menilik tempat asal Muhammad... Saya pikir sangat tidak mungkin jika ia bisa mengetahui sesuatu semisal asal mula alam semesta dari materi yang satu, karena para ilmuwan saja baru mengetahui hal ini dalam beberapa tahun yang lalu melalui berbagai cara yang rumit dan dengan teknologi mutakhir. Inilah kenyataannya." Ia juga berkata: "Seseorang yang tidak mengetahui apapun tentang fisika inti 14 abad yang lalu, menurut saya, tidak akan pernah bisa mengetahui, melalui pemikirannya sendiri, bahwa dulunya bumi dan langit berasal dari hal yang satu."