Cara Mencegah Keserakahan


“Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena bagi orang yang sering mengingat kematian, maka Allah akan menghidupkan hati nuraninya dan kelak memudahkan saat kematiannya.”

Cuaca cerah, dan pesawat terbang trenang. Para penumpang asyik mengobrol, tertawa dan mendengarkan musik lewat earfon. Semuanya gembira. Keterlambatan satu jam di bandara King Abdul Aziz akibat kerusakan kecil pesawat kini terlupakan.

Namun setelah dua jam perjalanan dan pesawat masih dalam ketinggian ribuan kaki, ada pengumuman bahwa terjadi lagi kerusakan kecil dan pesawat akan mencari bandara terdekat guna perbaikan. Para penumpang diminta tidak gelisah karena tidak ada sesuatu yang perlu dicemaskan. Hanya ada kerusakan kecil.

Seketika suasana senyap. Yag sedang ngobrol menghentikan obrolannya. Yang tertawa hilang, menghentikan tawanya. Yang menyetel lagu menghentikan kegiatannya. Wajah-wajah yang tadi cerah tapak cemas dan pucat.

Sekalipun pengumuman itu disampaikan dengan suara lembut dan kerusakan disebutkan Cuma kecil, namun ketakutan telah menguasai suasana. Takut hidupnya berakhir. Suasana hening dan masing-msing membaca doa. Tiap bibir komat-kamit tanpa suara.

“Bagaimana kalau pesawat tiba-tiba jatuh ke laut, kau masih hafal cara mengenakan pelanpung yang diterangkan pramugari?,” bisik saya menggoda famili yang berdoa sambil memejamkan mata.

     “Jangan bicara yang buruk!,” jawabnya singkat.
     “Kita harus siap mati kapan saja,” kata saya sok.
     “Saya belum siap,” jawabnya.
     “Mati di kamar tidur mungkin lebih sakit daripada mati akibat kecelakaan pesawat yang prosesnya singkat. Juga dapat dipublikasi dan asuransi,” goda saya.

     “Jangan bergurau, sekarang bukan waktunya. Berdoalah supaya kita semua selamat,” katanya serius. Nada suaranya tetap cemas.
      Saya memahami perasaannya dan tidak lagi menggoda. Tetapi dalam diam, perlahan-lahan saya ikut hanyut dalam suasana cemad.
     Lalu muncul fikiran, bagaimana kalau pesawat benar-benar jatuh? Apakah saya sudah siap mempertanggungjawabkan semua perilaku di hadapan-Nya?
     Tiba-tiba muncuil kesadaran, tidak satupun perbuatan yang bisa saya jadikan unggulan untuk bekal menghadap Tuhan. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Saya lalu takut mati.
     Pesawat terpaksa mendarat di Abu Dhabi. Setelah beberapa jam diperbaiki, penerbangan dilanjutkan. Namun kekhawatiran dari para penumpang masih sangat terasa. Tidak ada lagi canda dan tawa. Masing-masing bicara seperlunya dan lebih banyak berdoa.
     Ketika esok hari tiba di tanah air dengan selamat, wajah-wajah yang cemas berubah cerah, tertawa dan berangkulan dengan para penjemput. Sama sekali tidak tergambar bekas ketakutan. Yang muncul hanya kegembiraan.

Ingat Mati

     Peristiwa itu menyadarkan bahwa kematian memang menakutkan. Tetapi justru Nabi berpesan agar kita selalu mengingat kematian. Banyak sabda Nabi yang menganjurkan tentang itu. Namun sebagian besar manusia tidak melakukannya. Bahkan yang berdoa minta pertolongan ketika terancam kematian, dengan cepat akan berubah setrelah kesulitannya hilang. AlQur’an menyatakan:”Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada-Ku disegala waktu dalam keadaan berbaring, duduk maupun berdiri.
     Mengapa Nabi menganjurkan agar sesering mungkin mengingat kematian? Tidaklah hal itu mengubah jiwa menjadi pesimistis, menciptakan bayangan negatif, tertekan dan tidak bisa berfikir jangka panjang? Mengapa tidak menganjurkan yang sebaliknya yaitu ingin hidup seribu tahun lagi? Banyak hadits yang berisi agar kita mengingat kematian. “Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena bagi orang yang sering mengingat kematian, maka Allah meanghidupkan hati nuraninya dan kelak memudahkan saat kematiannya.” (HR.Dailami).
     “Perbanyaklah mengingat mati, karena hal itu biswa menghapus dosa dan menjadikan zuhud (tidak rakus) terhadap dunia. Jika kamu mengingat sewaktu kaya, maka bisa mencegah keserakahanmu pada harta. Jika kamu mengingat dalam keadaan miskin, maka Allah meridhai dalam kehidupanmu.” (Subulus Salam).
     Masih ada hadits lain yang maknanya senada, menerangkan manfaat mengingat mati. Ternyata pesan Nabi itu bukan untuk mencemaskan jiwa tetapi justru menyehatkan jiwa.
     Mengingat mati, bukan berarti menghawatirkan jangan-jangan segera mati. Jangan-jangan kendaraan yang ditumpangi mengalami kecelakaan, jangan-jangan rumah yang dihuni roboh oleh bencana alam, jangan-jangan demam berdarah menyerang lalu tidak tertolong dan seterusnya.
     Bukan itu. Kematian harus diingat dengan penuh kesadaran, bukan dengan ketakutan. Kesadaran bahwa kita pasti menghadap Tuhan, entah kapan. Lalu semua perilaku kita akan dihisab, akan dihitung dengan teliti. Kita tidak lagi bisa merekayasa seperti pada pemeriksaan di dunia.
     Kesadaran itu akan membuat orang tidak rakus, tidak serakah kapada dunia dan kekayaan. Melainkan memanfaatkan sebaik-baiknya. Orang tidak menjadi pesimistis, melainkan berlomba berbuat kebaikan karena menyadari harus bersiap diri sebaik mungkin.
     Mengapa banyak orang serakah? Karena dia lupa pada kematian pada pertanggungjawaban setelah kematian tiba.
     Menurut Nabi, mengingat kematian akan menghidupkan hati nurani, menghilangkan dosa, mencegah keserakahan terhadap dunia, mempermudah saat kematian tiba dan dengan ridha dari Allah.

Oleh Nur Cholis Huda

No comments:

Post a Comment