Kelak semua karunia Tuhan seperti umur,
kesehatan dan sebagainya ditanya dengan sekali pertanyaan,
tetapi khusus harta ditanya dengan dua pertanyaan.
Jika suatu hari seorang santri mencium tangan kiai, maka hal itu merupakan peristiwa yang biasa. Tetapi jika kiai mencium tangan santri baru peristiwa luar biasa. Jika ummat Katolik mencium tangan Paus, itu peristiwa biasa. Tetapi jika Paus justru mencium tangan seorang penyambutnya, tentu sesuatu yang luar biasa.
Jika seorang sahabat mensium tangan nabi, itu peristiwa biasa. Namun pada suatu hari justru Nabi Muhammad yang mencium tangan seorang sahabat yang tidak terkenal.
Sementara banyak sahabat kenamaan bukan saja mencium tangan Nabi, bahkan berebut menyimpan sesuatu dari Nabi untuk kenangan, karena dorongan rasa cinta. Apa yang istimewa dari sahabat itu sehingga Nabi mencium tangannya?
Sa’ad al Ansari bercerita: Suatu hari Nabi melihat tangan seorang sahabat hitam melepuh. Nabi menanyakan sebabnya. Orang itu menjawabnya, tangannya hitam dan melepuh karena pekerjaannya membelah tanah yang keras dengan kapaknya. Itulah cara dia memperoleh rizki yang halal untuk keluarganya.
Mendengar itu, Nabi meraih tangan hitam melepuh itu lalu menciumnya. Beliau seakan menunjukkan kapada para sahabat, inilah tangan yang dicintai Allah karena bekerja keras mencari rizki halal (Jalaluddin Rahmat/khutbah di Amerika).
Perhatikan sekitar kita. Tangan sejenis itu banyak jumlahnya. Tangan hitam para pekerja jalan yang menutup wajahnya ala ninja karena tak tahan sengatan matahari.
Tangan anak-anak asongan di lampu merah jalan raya mencari makan. Tangan para buruh tani dengan upah rendah, buruh bangunan tanpa perlindungan asuransi dan masih banyak lagi.
Boleh jadi diantara kita ada yang merasa lebih terhormat karena tangannya lebih lembut dan empuk. Pakaian lebih bersih lantaran tak pernah tersentuh debu. Kita berada di mobil AC dengan udara sejuk, bau parfum harum semerbak dan musik mengalun merdu.
Kita tidak bersentuhan dengan kehidupan keras. Tangan kita tidak hitam melepuh. Tetapi di mata Tuhan bisa menjadi hina jika rizki yang kita peroleh bukan rizki halal melainkan asal ambil, asal dapat, dan asal masuk.
Islam sangat menghargai kerja keras dan menaruh perhatian serius soal kebersihan harta. Orang boleh menjadi kaya raya, asal harta itu bersih. Kelak semua karunia Tuhan seperti umur, kesehatan dan sebagainya ditanya dengan sekali pertanyaan, tetapi khusus harta ditanya dengan dua pertanyaan.
Pertama diperiksa: Min aina iktasabahu (dari mana memperoleh kekayaan itu?). Kedua: Ila aina anfaqahu (kemana saja pengeluaran harta itu?). jika pemeriksaan asal kekayaan lulus, tetapi pemeriksaan kedua menyangkut penggunaan harta, gagal, maka akan dicampakkan ke neraka. Apalagi jika gagal kedua-duanya.
Ibu-ibu isteri pejabat yang ngelencer ke luar negeri misalnya, akan diperiksa dua hal, dari mana uangnya, padahal gaji pegawai Indonesia tidak tinggi? Pertanyaan berikutnya, apakah keluar uang untuk piknik ke luar negeri pada saat ada bencana kelaparan dan kekeringan bisa dibenarkan menurut moral yang sehat. Demikian juga tabungan, rumah dan segala harta kita, semua diperiksa dua kali.
Jika kita ingin dicintai Allah, maka harta kita harus bersih pemasukannya dan bersih pengeluarannya.
Oleh, Nur Cholis Huda
No comments:
Post a Comment